Laman

Kamis, 01 Oktober 2015

Mengasihi Dalam Doa


            Ini kisah paling manis yang pernah aku rasakan, saat aku jatuh hati, dan Tuhan mengambil bagian dalam kisah ini.

            Aku pernah mencintai seseorang sebelumnya, seorang lelaki yang penuh dengan pujian. Bijaksana, berwibawa, dewasa dan bertanggung jawab. Kami berkomitmen, namun hikmat tidak bersamanya saat ia memutuskan merusak komitmen kami.
Aku kecewa, aku dan hatiku terluka. Bahkan saat itu aku merasa menyesal telah menjalani semuanya. Berdoa bersamanya, mendoakannya, mendoakan kami. NAMUN, saat aku menyerahkan diri kepada-Nya, saat aku menyerahkan diri untuk mengampuni, aku diberi DAMAI yang luar biasa. Ajaib benar kuasa-Nya.

            Kali ini tentang sosok imajiner, yang aku kenal hanya sebatas hayal, namun beberapa waktu belakangan ini ada sukacita lebih karena bukan hanya sekedar hayal, Tuhan memberikan beberapa kesempatan untuk mem-bunga-bunga-kan hatiku. Walau ilusi.

            Seakan ada banyak kembang gula warna-warni didalam perutku, manis, lucu. Setiap saat dari hari - yang entah kapan – itu, aku bisa tersenyum hanya dengan mengingat wajahnya, senyumnya. Ah, Tuhan! Kau membuat ku tak berhenti tersenyum.

            I’m in love with  Jesus.

           Aku menceritakan tentang seorang pria yang hatinya sedang aku pinjam dalam pikiranku untuk tempatku bersenang-senang. Poor me? Tentu tidak, disini, dibagian ini inti tulisanku ini akan aku ungkap.

            Aku jatuh hati dengan seseorang yang juga mencintai Tuhanku, aku.  

            Aku pernah memiliki perasaan seperti ini sebelumnya, namun kali itu aku jatuh, terpuruk karena ketidak setiaan.

            Ok, wait. Sebelum di lanjut, aku mau menjelaskan pemahaman “pacaran” menurutku sebelumnya. Menurutku Pacaran itu adalah proses pengenalan dan proses belajar berkomitmen yang sederhana sebelum sampai ke komitmen yang harus dipertanggungjawabkan di depan Allah. Namun itu dalam satu rule, tidak terpisah. Komitmen sederhana – sampai kepada komitmen yang besar tanggung jawabnya.

            Aku pernah melakukan komitmen sederhana itu sebelumnya, and FAILED. Mungkin memang saat itu usia dan mental kami masih lemah, walau sudah berdoa, tetap saja ada emosi yang tidak bisa di kontrol dan akhirnya mengambil alih semuanya.

            Dan inilah dia, untuk saat ini aku memilih mengasihi seseorang di dalam doa. Aku lebih memilih bersusah-payah merayu Tuhan agar menjadikan dia lelaki yang baik, yang hebat, yang mampu layak untuk masa depan yang baik. Dan juga merayu Tuhan untuk menjadikan ku wanita baik, yang hebat, yang dimasa depan nanti dilayakkan untuk menjadi wanita yang pantas mendampingi lelaki seperti dia.

            Entahlah, saat berkomitmen dengan Tuhan, semua terasa indah. Bahkan hanya karena mengasihi sesorang dalam doa .



Kamis, 22 Januari 2015

Di Digital Library UNIMED


Di Digital Library UNIMED

Sekarang januari, aku sibuk dengan segala huruf dan angka.
Ya, skripsi, di musim akhir pendidikan S-1 ku.
Adakah peraturan tertulis tentang peraturan kegiatan dan suasana didalam perpustakaan yang dibuat dan diteliti oleh peneliti sebelumnya?
Suasana hening dengan rentetan lagu-lagu sendu maksudku, atau sederetan lagu yang menyendukan hati bahkan menciptakan suasana GALAU.

Hari ini aku melanggar peraturanku sendiri, seharusnya jam 9 sudah berngkat dari rumah untuk menuju kampus, tepatnya perpustakaan digital untuk menyelesaikan syarat menerima gelar strata satu ku, S.Pd . Tadi pagi aku di ganggu oleh seekor atau beberapa ekor tikus yang menyelinap masuk kedalam kardus berisi tumpukan file ku selama SMA. Kardus itu terletak berdampingan dngan kardus berisi barang kenanganku bersama mantan teman pacar yang masih kuharapkan sampai sekarang. Ya, disini aku memamerkan kemalanganku. Biarkan saja.

Aku sampai jam 11 siang di gedung yang lumayan mewah ini, mencari beberapa buku mengenai orang tua dan anak, aku mencari referensi yang berkaitan dengan judul skripsi ku. Ada 3 buku yang sejak 3 hari yang lalu bolak-balik aku ambil dari rak dan aku kembalikan lagi ketempatnya semula setelah selesai mengutip beberapa bari kalimat. Ini di lantai 1.

Beberapa menit kemudia ponselku berdering, terdengan suara keseruhan di seberang sana, lantai 3 tepatnya. Segera aku beranjak, menemui mereka, beberapa sahabat seperjuanganku di beberapa tahun pendidikanku di universitas ini.

Memang benar asumsi seorang anak (Pada  Mel Levine (2004:92)
“Hal paling menyebalkan di sekolah adalah waktu kita harus duduk. Membosankan. Kepala rasanya sakit kalau saya harus duduk, mendengarkan, dan mendengarkan untuk waktu yang cukup lama. Saya bias duduk, tetapi kadang-kadang ingin berjalan-jalan.”

Seperti itu rasanya jika memaksakan belajar saat sedang bersama mereka, konsentrasi buyar, yang ada hanya ingin bermain, bercanda dan tertawa. Bukan berarti mereka memberikan dampak negative, itu fungsinya mereka, membantu merenggangkan saraf.

Tapi hanya sebentar, setelah itu membubarkan diri dengan tujuan masing-masing, dan aku kembali mengetik, menarikan jariku diatas kotak-kotak gepeng di computer jinjingku ini. Cukup kurasa bahan kutipan dilantai 3itu, aku kembali ke lantai 1, meraih kembali buku itu.

Sedang asik berkutat dengan huruf, aku teringat oleh jaringan wi-fi yang terfaasilitsi disini, bukan melanjutkan mencari bahan refernsi, malah jariku sibuk mengetikkan alamat situs yang membuat hatiku ngilu.

Apakah ada pengaruh suasana sepi dan lantunan lagu sendu terhadap niat mengusik masa lalu??
Halloooo hatiku, ku harap jangan memancig air mata. Ini ruangan umum, walaupun terasa sepi disini, menangis mampu menarik perhatian.
Aaaaaaaaaaaaaaargh!
Benci sekali rasanyaaaaaa!!!!
Mengap mencintai harus sesakit ini?!!!!!
Bukan hanya menyakitiku, tapi menyakiti konsentrasiku juga! Seharusnya aku bias menambah beberapa baris kalimat lagi di bab pertama skripsiku ini, tapi karena semua kesenduan ini, kurasa hari ini cukup disini. Terimakasih.