I. Pendahuluan
Secara umum, ilmu ekonomi berguna
karena ia memberikan petunjuk-petunjuk mengenai kebijaksanaan apa yang bisa
diambil untuk menanggulangi suatu permasalahan ekonomi tertentu. Ekonomi makro,
sebagai satu cabang dan ilmu ekonomi, berkaitan dengan permasalahan
kebijaksanaan tertentu, yaitu permasalahan kebijaksanaan makro.
Tugas pengendalian makro adalah juga
mengusahakan agar perekonomian bisa bekerja dan tumbuh secara seimbang,
terhindar dan keadaan-keadaan yang bisa mengganggu keseimbangan umum tadi.
Pengelolaan yang lebih khusus atas masing-masing sektor perekonomian bukan
bagian dan tugas pengendalian makro, meskipun menjaga keseimbangan antara
masing-masing sektor termasuk di dalam tugas tersebut.
II. Permasalahan Ekonomi Makro
Secara garis besar, permasalahan
kebijaksanaan makro mencakup dua permasalahan pokok:
a. Masalah jangka pendek atau masalah
stabilisasi. Masalah ini berkaitan dengan bagaimana “menyetir” perekonomian
nasional dan bulan ke bulan, dan triwulan ke triwulan atau dan tahun ke tahun,
agar terhindar dan tiga “penyakit makro” utama yaitu:
1) inflasi,
2) pengangguran dan
3) ketimpangan dalam neraca pembayaran.
b. Masalah jangka panjang atau masalah
pertumbuhan. Masalah ini adalah mengenai bagaimana kita “menyetir” perekonomian
kita agar ada keserasian antara pertumbuhan penduduk, pertambahan kapasitas
produksi, dan tersedianya dana untuk investasi. Pada asasnya masalahnya juga
berkisar pada bagaimana menghindari ketiga penyakit makro di atas, hanya
perpektif waktunya adalah lebih panjang (lima tahun, sepuluh tahun, atau bahkan
dua puluh lima tahun).
Dalam analisa jangka pendek
faktor-faktor berikut ini kita anggap tidak berubah atau tidak bisa kita ubah:
(a) Kapasitas total dan perekonomian
kita. Kegiatan investasi dalam jangka pendek, masih mungkin dilakukan, tetapi
ha nya dalam arti khusus, yaitu sebagai pengeluaran investasi berupa penambahan
stok barang jadi, setengah jadi atau pun barang mentah di dalam gudang para
pengusaha, dan pengeluaran oleh perusahaan-perusahaan untuk pembelian
barang-barang modal (mesin-mesin, konstruksi gedung-gedung dan sebagainya).
Tetapi yang perlu diingat, “jangka pendek” yang kita maksud di sini adalah
begitu pendek sehingga pengeluaran (pembelian) barang-barang modal tersebut
beleum bias menambah kapasitas produksi dalam periodesasi tersebut. (Yaitu
mesin-mesin sudah dibeli tapi belum dipasang).
(b) Jumlah penduduk dan jurnlah
angkatan kerja. Dalam suatu triwulan misalnya, jumlah-jumlah mi praktis bisa
dianggap tidak berubah.
(c) Lembaga-lembaga sosial, politik,
dan ekonomi yang ada.
Selanjutnya dari segi teori, apabila
kita ingin “menyetir” perekonomia kita dalam jangka pendek, kita harus
melakukan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang bersifat jangka pendek pula,
misalnya dengan jalan :
- menambah jumlah uang yang beredar,
- menurunkan bunga kredit bank,
- mengenakan pajak import,
- menurunkan pajak pendapatan atau pajak penjualan,
- menambah pengeluaran pemerintah,
- mengeluarkan obligasi negara dan sebagainya.
Kebijaksanaan-kebinksanaan semacam ini
mempunyai ciri umum bahwa kesemuanya bisa dilakukan tanpa harus mengubah ketiga
factor tersebut di atas.
Jadi seandainya kita menginginkan
kenaikan produksi dalam jangka pndek, kita bisa melakukannya dengan, misalnya:
- memperlancar distribusi bahan-bahan mentah kepada para produsen,
- mendorong pcngusaha untuk mempergunakan pabrik-pabriknya secara lebih intensif (menambah giliran kerja/shift),
- memberikan kerja lembur kepada para karyawan dan sebagainya.
Kehijaksanaan-kebijaksanaan semacam mi
bisa menaikkan arus produksi barang/jasa tanpa mengubah ketiga faktor di atas.
Kesemuanya ini adalah kebijakilnaan-kebijaksanaan jangka pendek. Dan
kebijaksanaan-kebijaksanaan semacam inilah yang sering diandalkan untuk tujuan
stabilisasi.
Meskipun demikian perlu kita catat di
sini bahwa dalam praktek yang berkaitan antara masalah jangka pendek dan
masalah jangka panjang, adalah sangat erat, terutama bagi negara-negara sedang
berkembang. Dengan lain kata, kita seringkali tidak bisa mengkotakkan secara
jelas mana yang jangka pendek dan mana yang jangka panjang.
Di banyak negara-negara sedang
berkembang, kita tidak bisa melakukan kebijaksanaan stabilisasi yang terlepas
dan kebijaksaanaan pembangunan ekonomi (jangka panjang). Seringkali
kebijaksanaa-kebijaksanaan jangka pendek yang kita sebutkan di atas, meskipun
kita Iaksanakan secara setepat-tepatnyapun, tidak bisa menghilangkan secara
tuntas penyakit makro, seperti inflasi dan pengangguran yang diderita oleh
masyarakat dalam jangka pendek. Sebabnya adalah bahwa di negara-negara tersebut
seringkali penyakit iniflasi dan pengangguran tersebut berakar pada sebab-sebab
“sturuktural,” yaitu pada faktor-faktor yang hanya bisa berubah atau diubah dalam
jangka panjang dan biasanya melalui pembangunan ekonomi dan social.
III. Kerangka Analisa makro
Setelah kita mengetahui duduk persoalan
mengenai masalah -masalah pokok apa yang dikaji dalam ekonomi makro, maka
pertanyaan selanjutnya adalah mengetahui bagaimana mengaji masalah- masalah
tersebut sehingga bisa diperoleh jawaban yang diinginkan.
Terdapat dua aspek utama dan kerangka
analisa ini. Yang pertarna adalah aspek mengenai “apa” yang disebut kegiatan
ekonomi makro dan “di mana” kegiatan tersebut dilakukan. Yang kedua adalah
aspek mengenai “siapa” pelaku-pelakunya.
a. Empat pasar Makro
Dalam analisa ekonomi makro kita
melihat kegiatan ekonomi nasional secara lebih menyeluruh dibanding dengan apa
yang kita pelajari dalam ekonomi Mikro. Kita tidak lagi melihat pasar beras,
pasan blue jeans, pasar rokok kretek, pasar Honda secana sendiri-sendiri. mi
sesuai dengan pengertian mengenai “pengendalian umum” di alas. Di sini kita
melihat pasar-pasar tersebut dan pasar-pasar barang/jasa lainnya sebagai satu pasar
besar, yang kita ben nama “pasar barang”. Tetapi dalam ekonomi makro kita tidak
hanya mempelajani satu pasar ini saja. Perekonomian nasional kita lihat sebagai
suatu sistem yang terdiri dan empat pasar besar yang saling berhubungan satu
sama lain, yaitu:
(a) Pasar Barang
(b) Pasar Uang
(c) Pasar Tenaga Kerja
(d) Pasar Luar Negeri
Di pasar luar negeri permintaan akan
barang ekspor kita he. sama dengan penawaran akan barang tersebut menentukan
harga rata-rata ekspor kita dan kuantitas atau volume ekspor, Harga –
harga dikalikan volume ekspor memberikan penerimaan devisa ekspor. Di pasar
yang sama permintaan masyarakat kita akan barang-barang impor dan menentukan
harga rata-rata impor dan ‘ volume impor. Juga di sini, harga rata-rata
dikalikan volume import memberikan pengeluaran devisa kita untuk impor
barang-barang/jasa tersebut. Untuk pasar luar negeri, seringkali menggabungkan
pasar eksport dan pasar impor dan mengamai apa yang terjadi dengan:
(a)
Neraca Perdagangan, yaitu penerimaan devisa ekspor dikurangi pengeluaran devisa
untuk import atau Neraca Pembayaran apabila kila ingin pula mengetahui tentang
aliran keluar-masuknya modal
(b)
Dasar Penukaran Luar Negeri(terms of trade), yaitu harga rata-rata ekspor kita
dibagi dengan harga rata-rata impor kita.
(c)
Cadangan Devisa, yaitu persediaan devisa yang kita pun pada awal tahun plus
saldo neraca pembayaran.
Dalam teori ekonomi makro mempelajari
faktor-faktor apa yang mempengaruhi P dan Q di masing-masing pasar. Karena P
dan Q tersebut adalah hasil pertemuan (atau perpotongan) antara kurva
permintaan dan kurva penawaran, maka ini berarti bahwa teori ekonomi makro pada
pokoknya mempelajari faktor-faktor apa yang mempengaruhi posisi kurva
permintaan dan penawaran di masingmasing pasar.
Selanjutnya dengan diketahuinya
faktor-faktor ini dan pengaruhnya terhadap posisi kurva permintaan dan
penawaran, maka kita selanjutnya bisa menanyakan faktor-faktor mana di antara
semua factor-faktor tersebut yang bisa dipengaruhi oleh pemerintah melalui
kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonominya. Dengan demikian kita bisa mengetahui
kebijaksanaan-kebijaksanaan mana yang bisa digunakan oleh pemerintah untuk
mempengaruhi P dan Q di masing-masing pasar. Inilah tujuan akhir dan
mempelajari teori makro, yaitu untuk digunakan sebagai petunjuk bagi pemilihan
atau perumusan kebijaksanaan.
b.Lima Pelaku Makro
Dalam teori makro kita menggolongkan
orang-orarig atau lembaga-lembaga yang melakukan kegiatan ekonomi menjadi limo
kelompok besar, yaitu:
(a) Rumah Tangga,
(b) Produsen,
(c) Pemerintah,
(d) Lembaga-lembaga Keuangan,
(e) Negara-negara Lain.
Kegiatan dan kelima kelompok pelaku ini
serta kaitannya dengan keempat pasar di atas dimana :
> Permintaan :
1. Pengeluaran konsumsi oleh Rumah
Tangga
2. Belanja barang oleh Pemerintah
3. Investasi oleh Perusahaan
4. Ekspor ke luar negeri
5. Kebutuhan tenaga kerja oleh
Pemerintah
6. Kebutuhan tenaga kerja oleh
Perusahaan
7. Kebutuhan uang tunai dan kredit
8. Kebutuhan Rumah Tangga akan uang
tunai
9. Kebutuhan Perusahaan-perusahaan
Asing akan rupiah
> Penawaran
- Hasil produksi dalam negeri
- Impor dan luar negeri
- Tenaga kerja yang disediakan oleh Rumah Tangga
- Suplai uang kartal
- Tabungan Rumah Tangga
- Suplai uang giral
- Suplai dana luar negeri.
* Kelompok Rumah Tangga melakukan
kegiatan-kegiatan pokok seperti:
(a) menerima
penghasilan dan para produsen dan “penjualan” teraga kerja mereka (upah),
deviden, dan dan menyewakan tanah hak milik mereka.
(b) menerima penghasilan
dari lembaga keuangan berupa bunga atas simpanan-simpanan mereka;
(c) membelanjakan
penghasilan tersebut di pasar barang (sebagai konsumen);
(d) menyisihkan sisa dan
penghasilan tersebut untuk ditabung pada lembaga-lembaga keuangan;
(e) membayar pajak
kepada pemerintah;
(f) masuk dalam
pasar uang sebagai “peminta” (demanders) karena kebutuhan mereka akan uang
tunal untuk misalnya transaksi sehari-hari.
**Kelompok Produsen melakukan
kegiatan-kegiatan pokok berupa:
(a) memproduksikan
dan menjual barang-barang/jasa-jasa (yaitu sebagai supplier di pasar barang);
(b) Menyewa/menggunakan
faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh kelompok rumah tangga untuk proses
produksi;
(c) menentukan
pembelian barang-barang modal dan stok barang-barang lain (selaku investor
masuk dalam pasar barang sebagai peminta atau demander);
(d) meminta kredit dan
lembaga keuangan untuk membiayai investasi mereka (sebagai demander di pasar
uang);
(e) membayar pajak.
***Kelompok Lembaga Keuangan mencakup
semua bank-bank dan lembaga-lembaga keuangan lainnya kecuali bank sentral (Bank
Indonesia), Kegiatan mereka berupa:
(a) menerima
simpanan/deposito dan rumah tangga;
(b) menyediakan kredit dan
uang giral (sebagai supplier dalam pasar uang).
(c) Pemerintah
(termasuk di dalamnya bank sentral) melakukan kegiatan berupa:
- menarik pajak langsung
dan tak langsung;
- membelanjakan penerimaan
negara untuk membeli barang-barang kebutuhan pernerintah (sebagai demander di
pasar barang),
- meminjam uang dan luar
negeri;
- menyewa tenaga kerja (sebagai
demander di pasar tenaga kerja);
- menyediakan kebutuhan
uang (kartal) bagi masyarakat (sebagai supplier di pasar uang).
Negara-negara lain:
(a) menyediakan
kebutuhan barang impor (sebagai supplier di pasar barang);
(b) membeli hasil-hasil ekspor
kita (sebagai demander di pasar barang);
(c) menyediakan
kredit untuk pemerintah dan swasta dalam negeri;
(d) membeli dan pasar
barang untuk kebutuhan cabrng perusahaannya di Indonesia (sebagai investor);
(e) masuk ke dalam
pasar uang dalam negeri sebagai penyalur uang (devisa) dan luar negeri (sebagai
supplier dana) dan sebagai peminta kredit dan uang kartal rupiah untuk
kebutuhan cabang-cabang perusahaan mereka di Indonesia (demander akan dana).
(Singkatnya, sebagai penghubung pasar uang dalam negeri dengan pasar uang luar
negeri).
Kebijaksanaan Moneter
Kebijakan moneter adalah tindakan
pemerintah (atau bank sentral) untuk mempengaruhi situasi makro yang
dilaksanakan melalui pasar uang. Ini adalah definisi umum dari kebijakan
moneter yang bisa diartikan sebagai tindakan makro pemerintah dengan cara
mempengaruhi proses penciptaan uang.Dengan mempengaruhi proses penciptaan uang,
pemerintah bisa mempengaruhi :
- jumlah uang beredar.
- tingkat bunga yang berlaku dipasar uang. Melalui tingkat bunga pemerintah bisa mempengaruhi :
- pengeluaran investasi
- tingkat harga (P) dan GDP
Di sini kita menyoroti mata rantai yang
pertama, yaitu antara kebijaksanaan moneter dengan M Khususnya kita menanyakan
tindakan-tindakan apakah yang bisa dilakukan Pemerintah (bank sentral) untuk
mempengaruhi M (uang beredar)
Untuk menjawab pertanyaan ini kita
perlu merangkum kesimpulan-kesimpulan pokok mengenai proses penciptaan uang di
atas. Pertama, kita simpulkan bahwa jumlah uang beredar (Ms) ditentukan oleh
dua faktor, yaitu:
(a) besarnya jumlah uang inti (H) yang
tersedia, dan
(b) besarnya koefisien pelipat uang,
Kedua, kita simpulkan bahwa besarnya
uang inti dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu:
(a) keadaan neraca pembayaran (surplus
atau defisit)
(b) keadaan APBN (surplus atau defisit)
(c) perubahan kredit langsung Bank
Indonesia
(d) perubahan kredit likuiditas Bank
Indonesia.
Secara umum kita mengatakan bahwa
pemerintah bisa mempengaruhi Ms apabila pemerintah bisa mempengaruhi nilai pelipat
uang dan/atau jumlah uang inti.
Apa yang bisa dilakukan pemerintah
untuk mempengaruhi Ms adalah apa yang bisa dilakukan pemerintah untuk
mempengaruhi variabel-variabel di sebelah kanan persamaan (8) ini. Man kita
lihat satu per satu. Kita sebutkan di atas bahwa u (= K/Ms) tidak ditentukan
oleh pemerintah, tetapi diputuskan oleh masyarakat. Tetapi sebenarnya
pemerintah masih bisa mempengaruhi uang secara tidak langsung. Misalnya apabila
bank-bank pemerintah rneningkatkan bunga yang dibayar kan untuk deposito atau
giro, maka kemugkinan uang menurun (artinya, orang lebih suka memegang uang
giral daripada uang kartal). Dengan demikian money multiplier naik dan M naik.
Dalam hal ini kita mengatakan bahwa tingkat bunga untuk deposito dan giro
adalah instrumen kebijaksanaan moneter yang bisa digunakan pemerintah untuk
mempengaruhi M lewat u.
Bagaimana dengan v (= R/D)? Kita
singgung di atas bahwa selain itu pemerintah bisa mempengaruhi v melalui
penentuan cash-ratio atau reserve requirement. Apabila pemerintah ingin
mengekang M pemerintah bisa meningkatkan cash-ratio. sehingga v meningkat, yang
selanjutnya akan memperkecil nilai koefisien pelipat uang. Sebaliknya,
cash-ratio bisa diturunkan apabila pemerintah menginginkan untuk memperbesar M
Oleh sebab itu cash-ratio kita katakan pula sebagai suatu instrumen
kebijaksanaan moneter.
Sebenarnya pemerintah masih bisa
mempengaruhi v (jumlah Uang Giral) dengan cara lain, yaitu dengan
mempengaruhi excess reserve yang dipegang bank. Bagaimana caranya? Satu cara
utama adalah dengan mengubah tingkat bunga yang dikenakan oleh bank sentral
atas pinjaman yang diberikannya kepada bank-bank. (Ingat bank sentral adalah
“banknya bank” atau bankers’ bank, artinya ia bisa memberikan pinjaman kepada
bank-bank apabila mereka membutuhkan tam bahan likuiditas). Untuk pinjaman
semacam ini bank-bank harus membayar bunga. Tingkat bunga ini dikenal dengan
nama discount rate.
Apabila discount rate dinaikkan maka
bank-bank cenderung untuk menambah excess reservenya, sebab mereka tidak ingin terlalu
mengandalkan dana bank sentral untuk memenuhi kebutuhan likuiditas yang tak
terduga karena cara itu menjadi terlalu mahal. Akibatnya v (jumlah Uang
Giral) meningkat dan pelipat uang menurun. Sebaliknya, apabila
discount rate ( pengurangan rata-rata) rendah, maka bank merasa cukup aman
memegang excess reserve yang kecil, karena sewaktu-waktu mereka memerlukan dana
untuk mengatasi masalah likuiditasnya mereka bisa memperoleh dana bank sentral
dengan biaya murah. Akibatnya v (jumlah Uang Giral) turun, sehingga
pelipat uang meningkat. Jadi discount rate adalah juga instrumen ke bijaksanaan
moneter bagi pemerintah (bank sentral).
Pemerintah bisa pula mempengaruhi Ms
dengan cara mempengaruhi H (uang inti). Dengan cara: pemerintah bisa
mempengaruhi neraca pembayaran Dengan menggalakkan ekspor (misalnya, dengan
memberi ran sangan ekspor berupa penurunan pajak ekspor atau pemberian
sertifikat Ekspor) dan mengurang impor. (misalnya dengan menaikkan bea masuk),
pemerintah bisa menciptakan surplus neraca pembayaran. ini akan menambah uang
inti yang tersedia di masyarakat, Sehingga Ms meningkat. Jadi pajak ekspor,
Sertifikat Ekspor, bea masuk, adalah instrumen kebijaksanaan moneter.
Pemerintah bisa dengan lebih langsung
mempengaruhi APBN . Apabila dikehendaki Ms meningkat, APBN bisa dibuat defisit.
baliknya, apabila M dikehendaki turun, maka APBN harus dibuat surplus. Jadi,
APBN adalah juga instrumen kebijaksanaan moneter. Demikian pula pemerintah bisa
mempengaruhi M (uang bereedar) dengan mengendalikan kredit langsung dan kredit
likuiditas bank sentralnya, misalnya dengan menetapkan batas maksimum yang bisa
diberi n (credit ceiling) atau dengan menaikkan (atau menurunkan) tingkat bunga
kredit bank.
Sebenarnya ada berbagai variasi
instrumen lain yang bisa digunakan pemerintah untuk mempengaruhi Ms lewat baik
money multiplier maupun jumlah uang inti. Apa yang kita sebutkan di atas ada
beberapa instrumen-instrumen pokoknya. Kita tidak bicarakan instrumen-instrumen
lain tersebut di sini, karena lebih cocok untuk bahas dalam Ekonomi Moneter.
KEBIJAKSANAAN FISKAL
Kebijaksanaan fiskal adalah
kebijaksanaan yang kedua dibidang pengendalian makro adalah. Kebijaksanaan
moneter dan kebijaksanaan fiskal adalah dua kebijaksanaan yang merupakan alat
utama bagi perencana ekonomi nasional untuk mengendalikan keseimbangan makro
perekonomiannya. Keduanya sangat erat berkaitan satu sama lain, sehingga
dalam praktek yang sering dijumpai adalah kebijaksanaan fiskal yang juga
mempunyai konsekuensi-konsekuensi moneter atau kebijaksanaan moneter dengan
konsekuensi-konsekuensi fiskal. Kebijaksanaan-kebijaksanaan semacam ini mungkin
lebih cocok disebut ‘kebijaksanaan fiskal-moneter”.
Pembahasan ini diawali mengenai
hubungan antara APBN dan kebijaksanaan fiskal. Hal ini sejalan dengan pengertian
umum bahwa kebijaksanaan fiskal adalah kebijaksanaan yang dilaksanakan lewat
APBN. Dalam bagian selanjutnya kita akan meneliti apakah pengaruh dan suatu
“kebijaksanaan fiskal”, yang dicerminkan oleh suatu struktur APBN tertentu, ter
hadap perekonomian. Akhirnya kita akan mengambil sebuah contoh untuk
menunjukkan bagaimana kita bisa memperkirakan pengaruh dan suatu kebijaksanaan
fiskal dengan menggunakan aijabar sederhana.
APBN DAN KEBIJAKSANAAN FISKAL
Pengaruh kebijaksanaan fiskal terhadap
perekonomian bisa dianalisa dalam dua tahap yang berurutan, yaitu:
(a) Bagaimana suatu kebijaksanaan
uiskal diterjemahkan men jadi suatu APBN dan
(b) Bagaimana APBN tersebut
mempengaruhi perekonomian.
Dalam bagian mi kita akan mengaji tahap
(a). Khususnya kita akan membahas makna dan suatu kebijaksanaan fiskal dilihat
dari struktur pos-pos APBN.
APBN mempunyai dua sisi, yaitu sisi
yang mencatat pengeluaran dan sisi yang mencatat penerimaan. Sisi pengeluaran
mencatat semua kegiatan pemerintah yang memerlukan uang untuk pelaknaannya.
Dalam praktek macam pos-pos yang tercantum di sisi ini sangat beraneka ragam
dan mencerminkan apa yang ingin dilaknakan pemerintah dalam programnya. Untuk
tujuan pembahasan
Dibagian lain terdiri dan pos utama,
yaitu:
- Pengeluaran pernerintah untuk pembelian barang/jasa,
- pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawainya,
- pengeluaran pemerintah untuk transfer payments yang ini liputi misalnya, pembayaran subsidi/bantuan Iangsung kepada berbagai golongan masyarakat, pembayaran pensiun, pembayaran bunga untuk pinjaman pemerintah kepada masyarakat.
Semua pos pada sisi pengeluaran
tersebut memerlukan dana untuk melaksanakannya. Sisi penerimaan menunjukkan
darimana dana yang diperlukan tersebut diperoleh. Ada empat sumber utama untuk
memperoleh dana tersebut, yaitu:
(a) pajak (berbagai macam),
(b) pinjaman dan bank sentral,
(c) pinjaman dan masyarakat dalam
negeri,
(d) pinjaman dan luar negeri.
Dahulu pajak adalah satu-satunya sumber
untuk pembiayaan kegiatan pemerintahan. Tidak ada pajak tidak ada kegiatan
pemerintahan. Sekarang, pajak masih merupakan sumber keuangan negara yang
paling penting bagi semua negara di dunia. Namun bagi pemerintah di
negara-negara modern ada bebeapa cara lain untuk memperoleh dana tambahan. Yang
pertama, pemerintah bisa “meminjam” dana dan bank sentralnya, seperti halnva
seseorang mengambil kredit dart bank. Tetapi ada satu perbedaan penting antara
kredit bank sentral kepada pemerintah dengan kredit bank kepada seseorang atau
perusahaan. Perbedaan ini adalah bahwa bank sentral hanya bisa memberikan
kredit dengan jalan menciptakan uang inti (reserve money). Bank sentral tidak
bisa menciptakan uang giral seperti bank-bank umum biasa, sebab “uang giral”
bank sentral.
Dan penambahan uang inti (L berarti
(lewat money multiplier) penambahan jumlah uang beredar (L OIeh sebab itu dalam
ungkapan yang lebih populer, pemberian kredit bank sentral kepada pemerintah
adalah identik dengan pencetakan uang baru. (Yang lebih tepat sebenarnya adalah
penciptaan uang inti baru).
Cara lain untuk memperoleh dana adalah
meminjam dan masyarakat dalam negeni. Caranya adalah dengan mengeluarkan
obligasi dan menjualnya di pasar uang dalam negeri*). Bila masyarakat (termasuk
bank-bank) membeli surat berharga ini maka pemerintah memperoleh dana yang
semula ada di tangan masyarakat (dan sebagai gantinya, masyarakat memegang
obligasi pemerintah). Cara ini disebut open market operations (operasi pasar
terbuka). Biasanya bank sentral bertindak sebagai “agen” pemerintah dalam melakukan
open market operations. Cara ini hanya bisa dilakukan di negara-negara yang
sudah memiliki pasar surat berharga (bursa efek dan saham) yang sudah maju.
Bagi negara-negara sedang berkem bang pasar semacam itu belum berkembang,
sehingga kebijaksanaan open market operations hanya mempunyai kegunaan yang
terbatas. Bagi negara-negara maju, open market operations adalah suatu cara
pembelanjaan keuangan negara yang sangat penting.
Cara yang terakhir untuk memperoleh
dana adalah dengan meminjam dan luar negeri. Yang dilakukan di sini adalah
“mengambangkan” obligasi pemerintah di pasar uang luar negeri (misalnya,
pemerintah Indonesia telah menjual obligasinya di pasar uang Hamburg dan
Tokyo). Dalam hal mi pemerintah Indonesia menerima dana (dalam bentuk matauang
asing atau “devisa”) dan si pembeli di luar negeri menerirna surat tanda
berhutang (“obligasi”) pemenintah Indonesia (beserta janji kapan membayar
kembali dan dengan bunga beberapa). Cara mi lebih cocok apabila pemerintah
membutuhkan dana dalam bentuk devisa (misalnya, untuk membiayai kebutuhan
impornya).
Cara di atas adalah untuk memperoleh
“kredit komersial” dan luar negeri, yaitu pinjaman dengan bunga seperti yang
berlaku di pasar pada saat itu. Bagi beberapa negara, kredit komersial mungkin
mungkin dirasa cukup berat, dilihat dan persyaratan pembayaran bunga maupun
jangka waktu pengembaliannya. Khusus bagi negara sedang berkembang tersedia
kemungkinan untuk memperoleh “kredit lunak”, yaitu pinjaman dengan bunga di
bawah bunga yang berlaku di pasar uang dan dengan jangka waktu yang lebih
longgar.*)
Pemberi kredit ini adalah pemerintah
negara-negara maju yang memang mempunyai program untukmembantu pembangunan
negara negara berkembang, yaitu negara-negara “donor”, dan lembaga lembaga
keuangan internasional yang bertujuan membantu negara negara berkembang
(seperti Bank Dunia, Asian Development Bank, Dana Moneter Internasional (IMF),
dan sebagainya).